• Jelajahi

    Copyright © KEADILAN HUKUM
    Best Viral Premium Blogger Templates

    1 JULI

    YAYASAN

    ‎Copot Kepala Lapas Medan! Diduga Langgar UU Pers dan UU KIP Saat Agenda Remisi 2025‎

    JON
    Minggu, 17 Agustus 2025, 08.32 WIB Last Updated 2025-08-17T16:30:14Z
    masukkan script iklan disini
    masukkan script iklan disini

    ‎Medan, 17 Agustus 2025 – Kebebasan pers kembali terzholimi di Sumatera Utara. Dalam momen sakral Hari Kemerdekaan RI ke-80, saat pemerintah seharusnya menebarkan semangat keterbukaan dan kebebasan, justru pintu Lapas Kelas I Medan dikunci rapat bagi para jurnalis. Agenda pemberian remisi Minggu, 17 Agustus 2025 yang seyogianya menjadi pesta rakyat, malah berubah menjadi tragedi demokrasi kecil yang menodai marwah kemerdekaan.
    ‎Wartawan Dihalang-halangi, UU Pers Dilanggar
    ‎Puluhan wartawan dari berbagai media cetak, online, hingga televisi dicegah masuk, meski telah menunjukkan identitas resmi pers. “Saya sudah biasa meliput di sini. Tapi hari ini, saat menteri datang, kami justru dilarang masuk,” ungkap R. Pardosi, wartawan Harian SIB, penuh kecewa.

    ‎Padahal, mereka sebelumnya telah berkoordinasi dengan pihak humas dan Kepala Lapas Kelas I Medan, Herry Suhasmin. Namun ironis, UU Pers No. 40 Tahun 1999 Pasal 4 yang menegaskan kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara, seolah dikhianati di balik jeruji besi.
    ‎Pepatah mengatakan: “Jika pintu kebenaran ditutup, maka kecurigaan akan mencari celah untuk masuk.” Demikianlah yang dirasakan para jurnalis hari itu.
    ‎Keterbukaan Informasi Dipasung
    ‎Lebih menyakitkan, alasan yang diberikan petugas sungguh paradoksal: hanya wartawan yang diundang boleh masuk. “Sudah ada wartawan yang diundang. Tidak bisa lagi masuk, itu perintah dari atasan,” kata seorang petugas.


    ‎Praktik diskriminatif ini jelas bertentangan dengan UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), yang mewajibkan setiap lembaga negara terbuka terhadap akses publik, termasuk melalui media.
    ‎“Bila kebenaran hanya boleh diakses oleh segelintir orang, maka keadilan sudah dipasung sejak awal.”
    ‎Amarah yang Meluap, Kekecewaan yang Membara
    ‎Puluhan wartawan yang datang sejak pagi merasa dikhianati. Mereka rela menunggu berjam-jam di bawah terik matahari, bahkan sempat diusir ketika mendokumentasikan suasana sekitar. Wartawan Gayus Hutabarat mengungkapkan kekecewaannya:
    ‎“Kami datang jauh-jauh, membawa idealisme, tapi diperlakukan bak orang asing. Ini jelas menghambat kerja jurnalistik.”
    ‎Senada, Helena Hutagaol menambahkan, “Sejak pukul 08.00 WIB kami sudah di sini, tapi dilarang masuk. Ada apa dengan Lapas Medan?”


    ‎Puncaknya, seorang wartawati Nurlince Hutabarat, S.Pd, alumni UNIMED, dengan lantang menyuarakan protes bahkan sampai menyampaikan langsung kepada Ketua DPRD Sumut, Erni Sitorus ketika mobil dinasnya melintas. “Kami hanya ingin keadilan untuk pers, bukan belas kasihan,” tegas Nurlince.
    ‎Malu Sendiri, Membuka Pintu di Senja Hari
    ‎Setelah desakan menguat, barulah pihak Lapas merasa terpojok dan akhirnya mengizinkan sebagian wartawan masuk… ketika acara hampir usai. Inilah bukti nyata, kalapas diduga sadar bahwa tindakannya telah melanggar konstitusi. Namun, pelecehan terhadap profesi wartawan sudah terlanjur terjadi.


    ‎Lebih menyakitkan lagi, wartawan yang akhirnya masuk hanya diberi uang transport Rp20 ribu tanpa jamuan makan, meski telah menunggu delapan jam lamanya. Praktik yang menyinggung harga diri profesi pers. Tak heran, seluruh wartawan sepakat mengembalikan amplop tersebut sebagai simbol perlawanan.
    ‎Seruan Tegas: Presiden Harus Copot Kalapas!
    ‎Kasus ini tidak bisa dibiarkan. Wartawan menilai tindakan Kalapas Herry Suhasmin bukan hanya bentuk arogansi birokrasi, melainkan dugaan pelanggaran hukum serius terhadap UU Pers dan UU KIP.
    ‎“Lidah boleh berbohong, tetapi sejarah tidak pernah tidur.”
    ‎“Jabatan boleh tinggi, tapi bila melawan konstitusi, ia seharusnya jatuh.”
    ‎Karena itu, Presiden Prabowo Subianto, Wakil Presiden Menteri Imipas dan lainnya diminta segera mencopot Kepala Lapas Kelas I Medan. Sebab, pemimpin yang menutup akses informasi publik sama saja menutup nafas demokrasi.
    ‎Sejumlah wartawan dilarang meliput kunjungan kerja Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas) Agus Andrianto di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Medan, Sumatera Utara, Rabu (25/6).
    ‎Larangan terjadi saat sejumlah wartawan hendak memasuki area luar Lapas Kelas I Medan untuk melakukan peliputan. Meskipun telah menunjukkan identitas pers, para wartawan tetap tidak diizinkan masuk oleh petugas.
    ‎“Saya sudah biasa meliput di sini. Tapi hari ini, saat menteri datang, kami justru dilarang masuk,” ujar Ryan wartawan Waspada Online di Lapas Kelas I Medan.
    ‎Ia menyebut sebelumnya telah mengkonfirmasi rencana peliputan kepada Kepala Lapas Kelas I Medan Herry Suhasmin serta pihak Humas, namun belum memperoleh tanggapan.
    ‎Petugas menyampaikan bahwa hanya wartawan yang diundang secara resmi oleh penyelenggara yang diperkenankan masuk ke dalam area Lapas.
    ‎“Sudah ada wartawan yang diundang. Tidak bisa lagi masuk, itu perintah dari atasan,” ujar salah seorang petugas kepada wartawan.
    ‎Ketegangan sempat terjadi ketika wartawan mendokumentasikan suasana di sekitar Lapas. Petugas meminta agar dokumentasi dihentikan karena dianggap tidak memiliki izin.
    ‎Salah satu pewarta LKBN ANTARA, Yudi Manar menyayangkan pelarangan tersebut yang dinilainya menghambat kerja jurnalistik, Salah satu pewarta foto LKBN ANTARA, Yudi Manar menyayangkan pelarangan tersebut yang dinilainya menghambat kerja jurnalistik.
    ‎“Saya kecewa karena terkesan ada pilih kasih. Tadi saya sempat masuk, tapi kemudian disuruh keluar. Sementara beberapa media lain diizinkan masuk dan meliput,” ujarnya.
    ‎Yudi mempertanyakan alasan pembatasan peliputan terhadap kunjungan pejabat negara ke Lapas Medan. (Magdalena)
    Komentar

    Tampilkan

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

    Terkini