• Jelajahi

    Copyright © KEADILAN HUKUM
    Best Viral Premium Blogger Templates


     

    TNI

    YAYASAN

    Dugaan Cacat Administrasi dalam Hibah Lahan Eks-HGU PT. PD Paya Pinang ke Pemkab Sergai‎‎"Aktivis Pertanahan Pertanyakan Legalitas Hibah Lahan Berstatus HGU yang Sudah Tidak Aktif Lebih dari Satu Dekade"‎‎

    JON KEY
    Senin, 20 Oktober 2025, 05.11 WIB Last Updated 2025-10-20T12:11:37Z
    masukkan script iklan disini
    masukkan script iklan disini

    ‎Medan, 20 Oktober 2025 — Polemik baru terkait praktik hibah lahan pertanahan di Sumatera Utara terungkap. Penggiat isu tanah Sumatera Utara, Safrin, mempertanyakan keabsahan administratif hibah lahan seluas ±3 hektar dari PT. PD Paya Pinang kepada Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai (Sergai), yang dilakukan atas aset berstatus eks-Hak Guna Usaha (HGU).
    ‎Menurut analisis hukum Safrin, hibah tersebut berpotensi mengandung cacat hukum fundamental karena melibatkan tanah negara yang seharusnya dikelola sesuai prosedur pengembalian lahan, bukan mekanisme hibah langsung oleh perusahaan swasta.
    ‎Tanah HGU Bukan Milik Perusahaan
    ‎Safrin menjelaskan bahwa dalam kerangka hukum agraria nasional, status HGU merupakan hak pakai usaha atas tanah negara untuk jangka waktu tertentu, bukan kepemilikan mutlak. Ketika masa izin HGU berakhir dan tidak diperpanjang, seluruh hak atas tanah tersebut kembali kepada negara secara otomatis.
    ‎"Tanah dengan status eks-HGU yang sudah tidak aktif lebih dari 10 tahun jelas-jelas telah kembali menjadi tanah negara. Perusahaan tidak memiliki hak sama sekali untuk menghibahkan tanah negara. Ini adalah kesalahpahaman serius atau pengabaian terhadap hukum pertanahan," tegasnya pada Senin (20/10/2025) di Medan.
    ‎Mekanisme Hibah Tidak Sesuai Prosedur
    ‎Lebih lanjut, Safrin menekankan bahwa hanya tanah dengan hak milik atau hak guna bangunan yang masih aktif dan sah secara legal yang dapat menjadi objek hibah. Dalam kasus lahan eks-HGU, prosedur yang benar harus melalui tahap pengembalian lahan kepada negara terlebih dahulu melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).
    ‎"Setelah tanah secara resmi kembali menjadi aset negara, barulah bisa diusulkan untuk penetapan menjadi barang milik daerah dengan keputusan resmi dari kementerian terkait. Jalan pintas yang dilakukan saat ini menciptakan celah hukum yang berbahaya," jelasnya.
    ‎Potensi Sengketa Pertanahan dan Hak Ulayat
    ‎Safrin juga mengangkat kekhawatiran tambahan terkait dengan kemungkinan adanya hak ulayat atau tanah adat masyarakat setempat di lokasi tersebut. Berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), setiap peralihan tanah harus mempertimbangkan hak komunitas adat dan dilakukan melalui musyawarah yang melibatkan masyarakat hukum adat yang berkepentingan.
    ‎"Transparansi penuh sangat diperlukan untuk memastikan bahwa tanah ini bukan bagian dari wilayah ulayat masyarakat lokal. Jangan sampai hak-hak adat terabaikan hanya karena suatu transaksi administratif yang cacat hukum," ujarnya.
    ‎Permintaan Klarifikasi dan Audit Hukum
    ‎Safrin secara resmi meminta agar Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai dan PT. PD Paya Pinang melakukan klarifikasi publik mengenai:
    ‎1. Status hukum lengkap dan terkini lahan tersebut
    ‎2. Dokumen bukti bahwa PT. PD Paya Pinang memiliki kewenangan legal untuk melakukan hibah
    ‎3. Proses verifikasi dengan ATR/BPN terkait pengembalian eks-HGU
    ‎4. Konsultasi dengan masyarakat hukum adat setempat (jika ada)
    ‎5. Mekanisme transparansi yang melibatkan publik dan lembaga pengawas
    ‎"Kepastian hukum dan transparansi adalah fondasi untuk mencegah sengketa pertanahan di masa depan. Kita tidak bisa membiarkan praktik pertanahan yang mengambang tanpa dasar hukum yang kokoh," pungkasnya.
    ‎LANDASAN HUKUM YANG DILANGGAR
    ‎1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) — Menetapkan bahwa HGU bersifat sementara dan tanpa perpanjangan akan kembali menjadi tanah negara.
    ‎2. Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pengaturan dan Tata Cara Penetapan Hak Guna Usaha — Mengatur prosedur pengembalian lahan HGU kepada negara.
    ‎3. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 jo. Permendagri Nomor 7 Tahun 2024 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah — Menetapkan mekanisme penetapan resmi barang milik daerah melalui keputusan kementerian.
    ‎4. Pasal 3 UUPA tentang Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat — Mewajibkan musyawarah dengan masyarakat adat sebelum peralihan tanah.(Tim).
    Komentar

    Tampilkan

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

    Terkini

    NamaLabel

    +