• Jelajahi

    Copyright © KEADILAN HUKUM
    Best Viral Premium Blogger Templates

    1 JULI

    YAYASAN

    Tim Kuasa hukum Rahmadi sampaikan bukti yang dinilai janggal ke Inspektorat Pengawasan Daerah (ITWASDA) Polda Sumut

    JON
    Kamis, 31 Juli 2025, 08.23 WIB Last Updated 2025-07-31T15:23:34Z
    masukkan script iklan disini
    masukkan script iklan disini
    Medan,pilarkeadilanhukum.biz.id


    Tim kuasa hukum Rahmadi telah menyampaikan berbagai bukti yang dinilai janggal ke Inspektorat Pengawasan Daerah (Itwasda) Polda Sumatera Utara.

    Oleh karena itu, dugaan kejanggalan dalam penangkapan Rahmadi, seorang warga Tanjungbalai yang kini menjadi tersangka kasus narkotika, mulai menyeruak ke permukaan. 

    Tak hanya ke Itwasda, dokumen dan rekaman video yang memperlihatkan dugaan kekerasan saat penangkapan juga sudah diserahkan ke penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Sumut. 

    Langkah itu menjadi bagian dari upaya pembelaan atas kasus yang disebut-sebut sarat rekayasa.

    "Iya, hari ini kami menghadiri undangan klarifikasi atas laporan penganiayaan terhadap klien kami oleh Kompol DK (Dedi Kurniawan)," ujar Suhandri Umar Tarigan, kuasa hukum Rahmadi, usai menghadiri undangan klarifikasi di Mapolda Sumut, Kamis, (31/7/2025).

    Ia hadir bersama rekannya, Thomas Tarigan, dan abang kandung Rahmadi, Zainul.

    Dalam proses klarifikasi itu, lanjut Umar menjelaskan, penyidik meminta tim kuasa hukum memaparkan semua bukti yang menguatkan laporan penganiayaan dan dugaan kriminalisasi. 

    Di antaranya, rekaman video saat penangkapan yang diduga memperlihatkan kekerasan, serta salinan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang dinilai tidak sesuai fakta.

    "Bukti-bukti ini sudah kami serahkan ke penyidik. Bahkan, tadi juga ada tim dari Itwasda yang datang langsung meminta penjelasan dan dokumen kejanggalan," jelas Umar. 

    Ia berharap, langkah ini membuka mata pimpinan Polda Sumut bahwa penangkapan Rahmadi menyimpan sejumlah kejanggalan yang tak bisa diabaikan.

    Umar menegaskan, bila Polda Sumut tetap tidak memberikan kepastian hukum dan keadilan terhadap kliennya, pihak keluarga bersama masyarakat Tanjungbalai akan menggelar aksi di depan Istana Negara, Mabes Polri, dan Gedung DPR RI.

    "Kami akan bergerak jika tidak ada tindak lanjut yang adil. Aksi ini akan kami tujukan kepada Presiden Prabowo, Kapolri, dan Komisi III DPR agar tahu bahwa ada proses hukum yang diduga dipermainkan," tegasnya.

    Ia menambahkan, desakan itu bukan bentuk kebencian terhadap institusi kepolisian. Justru sebaliknya.

    "Karena kami cinta pada Polri, kami ingin institusi ini bersih dari oknum seperti Kompol DK. Jangan sampai gara-gara nila setitik, rusak susu sebelanga," tambah Umar.

    Di sisi lain, keluarga Rahmadi juga angkat suara. Zainul, abang kandung Rahmadi, menyebut adiknya adalah korban kriminalisasi yang dilakukan aparat. 

    Salah satu indikasi kuat, menurut Zainul, muncul dalam fakta persidangan di Pengadilan Negeri Tanjungbalai.

    Dalam sidang pada 29 Juli 2025, dua terdakwa dalam kasus serupa, Andre Yusnijar dan Ardiansyah Saragih alias Lombek, mengungkap bahwa barang bukti sabu-sabu yang disita dari mereka awalnya berjumlah 70 gram. Namun, dalam dakwaan, disebut hanya 60 gram. 

    "Sepuluh gram sisanya, menurut kesaksian mereka, digunakan untuk menjerat Rahmadi," kata Zainul.

    Pernyataan itu diperkuat oleh keterangan Andre di ruang sidang.

    "Barang bukti kami itu ada tujuh bungkus, bukan enam. Berat totalnya 70 gram," katanya di hadapan majelis hakim yang dipimpin Erita Harefa.

    Dugaan manipulasi barang bukti ini menjadi bola liar yang kini mengarah ke internal Ditresnarkoba Polda Sumut. 

    Jika terbukti, ini bisa menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum. Apalagi, kata Suhandri, manipulasi tanpa dasar hukum sah adalah pelanggaran serius dan mencederai proses peradilan.

    Menanggapi tudingan itu, Kompol Dedi Kurniawan membantah keras. Lewat pernyataan resmi, ia menyatakan seluruh proses hukum terhadap Rahmadi sudah sesuai prosedur. 

    Barang bukti yang diserahkan ke pengadilan, menurutnya, sah dan dapat dipertanggungjawabkan.

    Namun, pertanyaan publik kini tak lagi hanya soal prosedur, tetapi soal integritas. 

    Jika benar ada rekayasa dalam pemrosesan barang bukti, maka persoalan ini bukan hanya menyangkut seorang tersangka, tetapi juga menyentuh jantung kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum.

    Kasus Rahmadi masih bergulir. Namun satu hal pasti, sorot mata publik kini tak hanya tertuju pada pengadilan, tetapi juga ke ruang-ruang gelap yang menyimpan potensi penyalahgunaan wewenang dalam tubuh kepolisian.
    (A.nasti/Tim)
    Komentar

    Tampilkan

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

    Terkini