masukkan script iklan disini
Sumatra, Indonesia — Desember 2025
Gelombang bencana hidrometeorologi yang menghantam Aceh, Sumatra Utara (termasuk Tapanuli dan Kepulauan Nias), serta Sumatra Barat dalam dua pekan terakhir kini dikategorikan sebagai bencana ekologis terbesar dalam sejarah Sumatera. Data sementara BNPB mencatat lebih dari 700 korban meninggal akibat banjir bandang dan longsor yang tersebar di Aceh, Sumut, dan Sumbar.
Puluhan ribu warga saat ini masih mengungsi, ratusan desa terisolasi, serta akses jalan, listrik, dan jaringan komunikasi mengalami kerusakan parah. Sejumlah daerah terdampak juga mulai krisis BBM dan minim logistik, menghambat pemulihan dan operasi penyelamatan.
Kerusakan Lingkungan Memperparah Bencana
Peneliti dan sejumlah tokoh masyarakat menyatakan banjir dan longsor tidak semata akibat curah hujan ekstrem, tetapi juga deforestasi dan pembukaan kawasan hutan secara masif di hulu sungai dan pegunungan. Aktivitas pertambangan, perkebunan dan industri kehutanan disebut menyebabkan turunnya daya dukung alam dan hilangnya penahan air tanah.
Tuntutan Evaluasi Izin Lingkungan
Mempertimbangkan luasnya dampak bencana, berbagai elemen masyarakat sipil, pemerhati lingkungan dan tokoh lokal menuntut pemerintah untuk:
1. Melakukan audit total izin usaha kehutanan, pertambangan, dan perkebunan di seluruh Sumatra, khususnya pada kawasan hulu DAS, lereng curam, dan daerah rawan longsor.
2. Transparansi dokumen perizinan dan AMDAL, sesuai prinsip keterbukaan informasi publik.
3. Pencabutan izin perusahaan yang terbukti memperburuk kerusakan lingkungan.
4. Restorasi ekosistem prioritas di wilayah Batang Toru, Tapanuli, Aceh Barat, Solok, Agam, dan kawasan pesisir Sumbar.
5. Penegakkan hukum lingkungan berbasis UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Perusahaan dalam Sorotan
Sejumlah nama korporasi yang bergerak dalam industri kehutanan, pertambangan dan perkebunan kini menjadi pusat perhatian publik dan pemerintah karena dugaan kontribusi pada kerusakan wilayah hulu sungai.
Menteri Lingkungan Hidup telah memanggil delapan perusahaan untuk diperiksa dan mengancam pencabutan izin jika ditemukan pelanggaran serius.
Di tingkat publik, muncul tuntutan penghentian kegiatan industri yang berdampak besar di kawasan sensitif, terutama yang terkait pengelolaan hutan pulp, konsesi batubara dan perkebunan skala besar.
Isyarat Krisis Iklim Global
Banjir masif yang juga terjadi di berbagai negara Asia dalam durasi waktu hampir bersamaan diperingatkan ilmuwan sebagai peringatan serius atas percepatan perubahan iklim di kawasan tropis.
Kombinasi cuaca ekstrem dan kerusakan ekosistem membuat potensi bencana di Sumatra semakin meningkat bila tidak segera dilakukan tindakan yang kuat dan tegas.
Rakyat terdampak, LSM, akademisi dan tokoh adat menyampaikan tuntutan tegas:
“Lindungi hutan dan keselamatan rakyat, bukan hanya kepentingan industri!”
“Stop perizinan yang merusak lingkungan dan evaluasi total pengelolaan kawasan hulu.”
Bencana ini merupakan alarm keras bagi pemerintah dan pemangku kepentingan:
1. Tidak ada lagi ruang untuk kompromi pada pelanggaran lingkungan
2. Setiap izin usaha harus ditinjau ulang
3. Pemerintah wajib mengedepankan keselamatan rakyat dan kelestarian hutan
Apabila pelanggaran dan alih fungsi hutan terbukti memperparah bencana, pencabutan izin dan pemulihan menjadi opsi wajib, bukan sekadar wacana.
(Magdalena)









Tidak ada komentar:
Posting Komentar