masukkan script iklan disini
Medan, — Puluhan wartawan di Medan angkat suara keras atas peristiwa memilukan yang terjadi saat perayaan HUT Kemerdekaan ke-80 di Lapas Kelas I Medan. Sebanyak 43 wartawan dilarang masuk meliput agenda pemberian remisi, hanya karena alasan “ruang sempit”.
Kemarahan semakin memuncak ketika seorang oknum pegawai lapas membagi amplop berisi Rp20 ribu kepada wartawan yang hadir. Bagi insan pers, amplop murahan itu bukan sekadar “tali asih”, tetapi penghinaan yang mencoreng martabat jurnalis.
Namun alih-alih meminta maaf, Kalapas Medan Herry Suhasmin justru melempar pernyataan mengejutkan:
“Apakah ada kewajiban kami menyediakan dan memberi uang untuk semua wartawan yang datang?”
Pernyataan itu langsung dianggap sebagai bentuk pelecehan. Wartawan tidak pernah meminta uang, yang dituntut hanyalah akses informasi yang dijamin UU No.40/1999 tentang Pers dan UU No.14/2008 tentang KIP.
“Kalapas bukannya menyelesaikan masalah, tapi malah cuci tangan. Ini jelas melecehkan profesi pers dan merusak wibawa hukum,” ujar seorang pengamat media di Medan.
43 wartawan yang dihalangi liputannya kini menuntut Kemenkumham RI segera mengevaluasi kinerja Herry Suhasmin. Mereka juga meminta Dewan Pers turun tangan menyelidiki dugaan pelecehan terhadap wartawan.
Pers adalah tiang demokrasi. Dan hinaan terhadap wartawan sama dengan pengkhianatan terhadap kebebasan rakyat.(Tim).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar