masukkan script iklan disini
Medan, — Kasus pembatasan liputan di Lapas Kelas I Medan pada 17 Agustus 2025 terus berbuntut panjang. Sebanyak 43 wartawan dari berbagai media menyatakan protes keras, setelah dilarang masuk meliput acara pemberian remisi dengan dalih ruang sempit.
Padahal, menurut UU No.40 Tahun 1999 tentang Pers, setiap wartawan berhak mencari dan memperoleh informasi untuk disiarkan kepada publik. Hal serupa ditegaskan dalam UU No.14 Tahun 2008 tentang KIP yang menekankan prinsip keterbukaan informasi publik.
Namun, Kalapas Medan Herry Suhasmin justru berkelit. “Saya tidak melarang, hanya membatasi karena keterbatasan ruang,” katanya dalam klarifikasi resmi.
Akan tetapi, fakta di lapangan menunjukkan adanya praktik pembagian amplop Rp20 ribu oleh oknum pegawai lapas. Wartawan menilai tindakan itu sebagai bentuk pelecehan profesi, yang kemudian diperparah oleh pernyataan Kalapas:
“Apakah ada kewajiban kami memberi uang untuk semua wartawan yang datang?”
Protes 43 wartawan itu kini berkembang menjadi desakan agar Kemenkumham RI dan Kanwil Kemenkumham Sumut mengevaluasi kinerja Herry Suhasmin. Selain itu, Dewan Pers dan Komisi Informasi Publik Sumut diminta turun tangan menyelidiki dugaan pelecehan terhadap kebebasan pers.
“Jika ruang sempit dijadikan alasan, maka yang sebenarnya sempit adalah pola pikir birokrasi,” tegas salah satu wartawan senior di Medan.
Kebebasan pers bukanlah hadiah, tetapi amanat konstitusi. Dan setiap upaya pembatasan tanpa dasar sah, sejatinya adalah bentuk pemasungan demokrasi.(Tim).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar