masukkan script iklan disini
Medan, — Sebuah amplop lusuh berisi Rp20 ribu kini menjadi simbol luka dan penghinaan bagi puluhan wartawan di Medan. Pada perayaan remisi HUT RI ke-80 di Lapas Kelas I Medan, 43 wartawan dilarang masuk dengan alasan teknis. Namun yang paling menyakitkan, oknum pegawai lapas justru membagi-bagi amplop uang recehan yang disebut “tali asih”.
“Ini bukan tali asih, ini penghinaan. Profesi wartawan dipermalukan!” teriak salah satu jurnalis.
Ironisnya, Kalapas Medan Herry Suhasmin tak menunjukkan sikap tanggung jawab. Justru ia berkelit dengan alasan klasik: keterbatasan ruangan, dan bahkan menyindir wartawan dengan kalimat pedas:
“Apakah ada kewajiban kami memberi uang untuk semua wartawan yang datang?”
Bagi insan pers, pernyataan ini bukan sekadar keliru, tapi tamparan keras. Wartawan bukan pengemis amplop, wartawan adalah pilar demokrasi yang dijamin undang-undang.
Kini, 43 wartawan tersebut bersatu menyatakan sikap. Mereka mendesak Kemenkumham RI segera mengevaluasi kinerja Kalapas Herry Suhasmin. Jika tuntutan ini tidak digubris, wartawan mengancam akan melakukan boikot pemberitaan terkait Lapas Medan.
Amplop Rp20 ribu boleh jadi kecil, tetapi luka yang ditinggalkan sangat besar. Dan bagi insan pers, ini bukan sekadar soal uang, tapi soal harga diri, kehormatan, dan kebebasan demokrasi.(Tim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar