masukkan script iklan disini
Medan, 24 Juli 2025 - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menegaskan bahwa pemerintah memiliki kewenangan untuk mengambil alih lahan bersertifikat yang tidak dimanfaatkan selama dua tahun berturut-turut. Lahan tersebut akan dikategorikan sebagai tanah terlantar sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"Kebijakan ini bertujuan untuk memastikan tanah dapat dimanfaatkan secara produktif untuk kesejahteraan rakyat dan pembangunan nasional," ujar Menteri Nusron dalam keterangannya.
Meskipun kebijakan tanah terlantar telah ditetapkan, implementasi di lapangan masih menghadapi berbagai tantangan kompleks, khususnya di Sumatera Utara. Kondisi yang terjadi menunjukkan adanya inkonsistensi dalam penerapan aturan yang perlu mendapat perhatian serius.
Ditemukan sejumlah lahan dengan status Hak Guna Usaha (HGU) aktif atas nama PTPN yang telah ditelantarkan lebih dari 5 tahun tanpa pengelolaan yang jelas. Kondisi ini menciptakan dilema di mana masyarakat tidak dapat memanfaatkan lahan produktif tersebut dengan alasan status HGU yang masih berlaku.
Lebih mengkhawatirkan lagi adalah kondisi lahan-lahan yang masa HGU-nya telah berakhir dan tidak aktif, serta telah terlantar dalam rentang waktu lebih dari 10 tahun. Masyarakat yang telah menguasai dan mengusahakan lahan tersebut justru tidak mendapat dukungan dari pemerintah.
Terdapat keprihatinan terhadap dugaan praktik yang tidak adil, di mana lahan-lahan bekas HGU yang telah berakhir dapat dialihkan kepada pihak-pihak tertentu atau pengembang, sementara masyarakat kecil yang telah lama mengusahakan lahan tersebut justru menghadapi pengusiran paksa atas nama PTPN yang secara hukum tidak lagi memiliki hak atas tanah tersebut.
Kondisi di Sumatera Utara ini menunjukkan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap implementasi kebijakan pertanahan, khususnya:
1. Penegakan Konsisten Aturan Tanah Terlantar: Semua lahan yang memenuhi kriteria tanah terlantar, termasuk yang berstatus HGU aktif namun tidak dikelola, harus ditindak secara konsisten.
2. Perlindungan Hak Masyarakat: Masyarakat yang telah mengusahakan lahan bekas HGU yang berakhir harus mendapat perlindungan hukum dan dukungan pemerintah untuk melegalkan penguasaan mereka.
3. Transparansi Redistribusi Lahan: Proses redistribusi lahan bekas HGU harus dilakukan secara transparan dan mengutamakan kepentingan masyarakat kecil, bukan kepentingan segelintir pihak.
4. Koordinasi Antar Instansi: Diperlukan koordinasi yang lebih baik antara Kementerian ATR/BPN dengan BUMN seperti PTPN untuk memastikan tidak ada tumpang tindih kewenangan yang merugikan masyarakat.
Kebijakan tanah terlantar yang disampaikan Menteri Nusron Wahid seharusnya menjadi solusi untuk memastikan tanah dapat dimanfaatkan secara optimal. Namun, implementasi di lapangan harus dilakukan dengan prinsip keadilan dan keberpihakan kepada masyarakat kecil yang membutuhkan.
Pemerintah diharapkan dapat segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kondisi pertanahan di Sumatera Utara dan daerah lainnya yang mengalami permasalahan serupa, serta mengambil langkah tegas untuk memastikan kebijakan pertanahan benar-benar berpihak pada keadilan sosial dan kesejahteraan rakyat.(Tim).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar